Sabtu, 03 Mei 2014

Ronan keating "when you say nothing at all"
its amazing how you
Can speak right to my heart
Without saying a word
You can light up the dark.

Try as I may, I could never explain
What I hear when you don't say a thing.

The smile on your face
Lets me know that you need me.
There's a truth in your eyes
Saying you'll never leave me.
The touch of your hand says you'll catch me whenever I fall.
You say it best when you say nothing at all.

All day long I can hear
People talking out loud (oooh).
But when you hold me near (you hold me near)
You drown out the crowd (the crowd, the crowd).

Try as they may, they can never define
What's been said between your heart and mine.

Judul: Dia yg ku tunggu...
Setiap bertatap pd cermin, betapa rasaku sngt kuat untk bertanya..
Untuk apakah ku hidup?
Untuk siapakah ku hidup?
dan dengan siapakah hidupku kelak?
bertanya lagi, apakah pantas diriku u/k seseorg disana?
Dan Pantaskah ku bertahan disini untuknya?
di setiap kata lirih ini, ku selalu tersadar akan keterbatasan,yg ku miliki.
Tak banyak yg kubisa lakukan u/k menutupi kekurangan ini.
Karna ku slalu berharap akn ada seseorng disana, yg bisa trima sgala kekurangan dan kelebihan yg ku pnya.
Ku sangat beruntung, jk ada seseorg itu.
Meski ku tak tahu siapa dia.
Ku tatap kembali cermin,
Dan ku bertanya u/k yg terakhir, apakah masih ada disana seseorang yg tulus menerima keadaan ini & berniat baik u/k hidup bersama selamanya? 

Kamis, 23 Januari 2014

KTI Hubungan depresi dengan kelainan otak pada penderita pasca-stroke



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Gangguan depresi dapat merupakan gangguan emosional yang sering dihubungkan dengan penyakit serebrovaskuler. Sekitar 25-50% pasien stroke mengalami depresi setelah serangan stroke. Banyak penelitian mengatakan bahwa pada pasien pasca stroke yang mengalami depresi, akan terjadi peningkatan persentase mortalitas. Pada pasien yang lebih muda dan tidak mempunyai penyakit kronis sebelumnya, angka kematian tetap tinggi pada pasien depresi pasca-stroke.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa lokasi jejas pada otak memegang peranan penting terhadap terjadinya depresi pasca-stroke. Penelitian melaporkan sebuah hasil yang signifikan tergantung pada lokasi lesi otak dengan kejadian depresi pasca stroke pada lesi di hemisfer kiri. Depresi pasca stroke juga dapat terjadi sebagai hasil ketidakmampuan pasien melakukan kegiatan sehari-hari. Kondisi ini membuat pasien secara fisik dan mental tidak berdaya dan dapat mengarah ke perasaan tidak kompeten dan tertekan. Tatalaksana depresi pasca-stroke merupakan kombinasi psikofarmakoterapi dan psikoterapi.
Perasaan murung adalah biasa, terapi perasaan ini akan hilang dengan berjalannya waktu. Akan tetpai harus dibedakan antara keadaan murung dan depresi. Depresi bisa muncul dalam berbagai cara dan mempunyai sejumlah penyebab,tidak memedulikan jenis kelamin dan pekerjaan dan bisa menyerang kapanpun dari remaja sampai paruh baya. Usia paruh baya adalah usia puncak dari depresi. Bentuk depresi berbeda tiap individu. Gambaran seperti kecemasan,gelisah dan berbicara gugup atau bisa beralih menjadi periode mania – mood bicara banyak dan tak terputus-putus, serta aktivitas kompulsif yang dinamakan pasien “manic depresif”. Ada juga yang bersifat apatis dan cenderung menutupi kekhawatirannya. Penderita sering mengeluh tidak mampu berfikir dengan jelas, sulit berkonsentrasi,atau membuat keputusan.
Penyakit serebrovaskuler atau stroke masih merupakan salah satu penyakit yang banyak menimbulkan kecacatan dan kematian di dunia. Penyakit ini merupakan penyebab kematian ketiga di dunia. Di Amerika, stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan merupakan penyebab kematian yang umum pada orang dewasa. Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke juga merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama 1-5 Laki-laki disebutkan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena stroke dengan perbandingan 1,33:1, tujuh puluh persen dari pasien yang selamat akibat stroke mempunyai disabilitas pekerjaan yang permanen dan sekitar 25% mengalami demensia vaskular.
Stroke yang disebut juga gangguan perdarahan pembuluh darah otak adalah sindrom gangguan serebri yang bersifat fokal akibat gangguan sirkulasi otak. Gangguan tersebut akibat penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah, dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Proses ini dapat tidak menimbulkan gejala dan akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai tingkat melampaui batas toleransi jaringan otak yang disebut ambang aktivitas fungsi otak.








1.2  Tujuan Penulisan

1.2.1     Tujuan Umum  :
Untuk mengetahui hubungan antara depresi dengan kelainan otak pada penderita pasca stroke
1.2.1  Tujuan Khusus :
           1.2.1.1 Menganalisa kontribusi hubungan depresi dengan kelainan otak terhadap  penderita pasca-stroke
            1.2.1.2 Menganalisa kontribusi depresi terhadap penderita pasca-stroke
            1.2.1.3 Menganalisa kontribusi kelainan otak terhadap penderita pasca-stroke
            1.2.1.5 Menganalisa kontribusi frekuensi depresi pada penderita pasca-stroke




BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEPRESI

Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktifitas. Disamping itu gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.
Gangguan neurologis yang sering diikuti depresi adalah multiple sclerosis, demensia Alzheimer, penyakit Parkinson, stroke, dan epilepsi. Lokasi paling sering dari stroke untuk munculnya depresi adalah lesi pada lobus frontal kiri.
2.2 STROKE

Stroke atau disebut juga cerebrovascular disease (CVD) adalah simtom gangguan serebri yang bersifat fokal akibat gangguan sirkulasi otak. Gangguan sirkulasi otak tersebut dapat disebabkan oleh hipoperfusi ekstrakranial, trombosis, perdarahan intrakranial, emboli, hipertensi, arterosklerosis, anoksia, dan gangguan darah seperti polisitemia.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan stroke sebagai suatu kumpulan gejala klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak, baik sebagian ataupun menyeluruh, secara tiba – tiba disebabkan oleh gangguan pembuluh darah. Stroke terjadi ketika aliran suplai darah untuk otak tiba - tiba terganggu atau ketika pembuluh darah di otak menjadi pecah, sehingga darah tumpah disekitar sel pada otak. Gejala dari stroke tiba – tiba muncul dan sering lebih dari satu gejala pada waktu yang bersamaan, seperti :
• Tiba tiba kebas atau terjadi kelemahan pada wajah, lengan, kaki, khususnya pada salah satu bagian tubuh.
• Tiba – tiba menjadi bingung, sulit berbicara, atau perkataan yang sulit dimengerti.
• Terjadi gangguan pada penglihatan pada salah satu atau kedua belah mata.
• Tiba – tiba menjadi sulit berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau kordinasi.
• Tiba – tiba terjadi sakit kepala yang hebat tanpa diketahui penyebabnya.
Faktor risiko yang paling penting untuk terjadinya stroke adalah hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan perokok. Termasuk pengkonsumsi alkohol, tinggi kadar kolesterol, penggunaan obat terlarang, genetik, khususnya gangguan pembuluh darah. Stroke dapat terjadi pada semua golongan usia namun tiga perempat serangan stroke terjadi pada orang – orang dengan usia 65 tahun keatas. Menurut data statistik stroke terbanyak dijumpai pada usia diatas 55 tahun, walupaun dapat terjadi pada semua golongan usia. Insidens stroke karena perdarahan lebih sering terjadi pada usia 40 – 60 tahun sedangkan akibat infark (emboli trombus) lebih sering dijumpai pada usia 60 – 90 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan Ecktstrorn dan kawan - kawan, juga penelitian yang dilakukan oleh Suharso, insiden menurut jenis kelamin tidak ada perbedaan bermakna antara pria dan wanita.
2.3 DEPRESI PASCA STROKE
Depresi yang terjadi setelah stroke disebut juga sebagai depresi pasca stroke. Hal ini merupakan konsekuensi yang sering terjadi, dan mempunyai akibat yang negatif pada masa penyembuhan dari fungsi motorik dan kognitif. Prevalensi terjadinya depresi pasca stroke berkisar antara 5% hingga 63% pada beberapa penelitian cross sectional, dimana hal ini sering terjadi 3 hingga 6 bulan setelah stroke.7,18 Prevalensi depresi dapat menurun sampai 16% pada 12 bulan, 19% pada 2 tahun, dan meningkat sampai 29% pada 3 tahun.
Menurut Masdeu dan Solomon, penderita stroke cenderung mudah menderita gangguan jiwa karena adanya perubahan yang tiba – tiba terhadap seseorang akibat ketidakmampuannya untuk menggunakan anggota badan mereka, adanya ketidakmampuan mereka berkomunikasi, mudah menyebabkan timbulnya gangguan penyesuaian. Sedangkan menurut Horvath dan kawan - kawan, gejala psikiatri yang paling sering dijumpai pada penyakit pembuluh darah otak adalah gejala depresi. Dari 600.000 pria dan wanita Amerika mengalami stroke yang pertama atau berulang setiap tahunnya, diperkirakan 10-27% mengalami depresi berat, dan 15-40% mengalami beberapa gejala – gejala depresi. Menurut penelitian yang dilakukan Kaplan dan kawan - kawan, perubahan psikologi yang terjadi mempunyai kaitan dengan lokasi lesi di otak.4 Lokasi yang sering dihubungkan dengan simtom depresi adalah lesi pada lobus frontalis, lobus temporalis, dan bangsal ganglia terutama nukleus kaudatus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi lebih sering dijumpai pada lesi stroke di hemisfer kiri.
Mayer mengatakan bahwa ada hubungan antara kelainan emosi dengan lokasi kerusakan otak pada penderita stroke. Babinski juga menyatakan bahwa pasien stroke dengan kerusakan hemisfer kanan sering menampakkan gejala – gejala eforia dan sikap tidak peduli. Selain itu, Bleuer mengatakan bahwa terdapat melankolia selama beberapa bulan bahkan lebih lama pada pasien pasca stroke. Robinson menyatakan bahwa lesi pada left anterior cerebral lebih signifikan untuk terjadinya depresi daripada lesi left posterior. Tetapi hal ini berbeda dengan penelitian systemic review yang dinyatakan oleh Carson dan kawan - kawan, dimana mereka menemukan dari 34 kelompok penelitian yang dilakukan, lokasi lesi tidak selalu berhubungan dengan depresi. Penelitian tentang hubungan antara stroke dan penyakit psikiatri berfokus pada depresi yang merupakan efek dari stroke, yang menyebabkan munculnya insiden depresi pasca stroke yang berkisar 20 - 50% setelah 1 bulan hingga 1 tahun setelah kejadian stroke.   Meta analisis dari faktor risiko timbulnya depresi setelah stroke diidentifikasi mempunyai riwayat depresi pada masa dahulu, riwayat penyakit psikiatri, disfasia, gangguan fungsional, hidup sendiri, dan social isolation merupakan prediksi terpenting munculnya depresi. Lesi pada sisi kiri, khususnya lesi pada lobus frontal kiri mempunyai frekuensi yang lebih besar sebagai faktor risiko munculnya depresi pasca stroke. Pada suatu analisis dari 48 penelitian dengan data yang adekuat, bagaimanapun juga, tidak ada bukti - bukti antara lokasi lesi dengan kemungkinan terjadinya depresi. Bentuk dan perjalanan penyakit depresi pada pasien pasca stroke masih belum jelas, tetapi tidak sekedar merupakan reaksi dari stres psikis, fisik ataupun hendaya fungsi kognitif saja. Penyebab depresi pada keadaan pasca stroke ini tidak sederhana atau multi faktorial. Beberapa faktor yang dianggap sebagai kausa depresi pasca stroke antara lain adalah pengaruh gangguan anatomik, gangguan neurohormonal / neurotransmiter, dan psikologis.
Munculnya atropi kortikal dan pembesaran dari ventrikel juga merupakan faktor risiko penting terjadinya depresi pasca stroke. Starkstein dan teman – teman melakukan penelitian terhadap atropi subkortikal pada otak melalui CT scan yang terjadi setelah stroke. Pasien yang mengalami depresi pasca stroke secara signifikan mengalami atropi yang besar dibandingkan pasien stroke yang tidak mengalami depresi. Sebagai tambahan, lesi subkortikal yang kecil pada hemisfer kiri lebih sering berhubungan dengan frekuensi yang tinggi terjadinya depresi dibandingkan lesi pada hemisfer kanan..
Robinson mengatakan bahwa penderita stroke yang pada saat serangan akut tidak menunjukkan tanda-tanda depresi, pada pemeriksaan ulang yang dilakukan 6 bulan kemudian dijumpai sekitar 30%-nya memperlihatkan gejala depresi. Sementara setengah dari penderita yang mengalami depresi dalam waktu 2-3 bulan setelah terjadinya serangan stroke akan tetap menunjukkan tanda-tanda depresi selama kurang lebih 1 tahun. Sedangkan depresi yang terjadi segera yaitu dalam beberapa hari setelah stroke, acap kali berhubungan dengan remisi spontan. Selain depresi, ansietas juga sering terjadi mengikuti serangan stroke dan prevalensinya berkisar antara 6-13%. Prevalensi ini meningkat menjadi lebih tinggi yaitu sekitar 28% bilamana ansietas terdapat bersama-sama dengan depresi


 
2.4 Kelainan/gangguan Otak
           

Meta analisis dari faktor risiko timbulnya depresi setelah stroke diidentifikasi mempunyai riwayat depresi pada masa dahulu, riwayat penyakit psikiatri, disfasia, gangguan fungsional, hidup sendiri, dan social isolation merupakan prediksi terpenting munculnya depresi. Lesi pada sisi kiri, khususnya lesi pada lobus frontal kiri mempunyai frekuensi yang lebih besar sebagai faktor risiko munculnya depresi pasca stroke. Pada suatu analisis dari 48 penelitian dengan data yang adekuat, bagaimanapun juga, tidak ada bukti - bukti antara lokasi lesi dengan kemungkinan terjadinya depresi. Bentuk dan perjalanan penyakit depresi pada pasien pasca stroke masih belum jelas, tetapi tidak sekedar merupakan reaksi dari stres psikis, fisik ataupun hendaya fungsi kognitif saja. Penyebab depresi pada keadaan pasca stroke ini tidak sederhana atau multi faktorial. Beberapa faktor yang dianggap sebagai kausa depresi pasca stroke antara lain adalah pengaruh gangguan anatomik, gangguan neurohormonal / neurotransmiter, dan psikologis.
Munculnya atropi kortikal dan pembesaran dari ventrikel juga merupakan faktor risiko penting terjadinya depresi pasca stroke. Starkstein dan teman – teman melakukan penelitian terhadap atropi subkortikal pada otak melalui CT scan yang terjadi setelah stroke. Pasien yang mengalami depresi pasca stroke secara signifikan mengalami atropi yang besar dibandingkan pasien stroke yang tidak mengalami depresi. Sebagai tambahan, lesi subkortikal yang kecil pada hemisfer kiri lebih sering berhubungan dengan frekuensi yang tinggi terjadinya depresi dibandingkan lesi pada hemisfer kanan.
2.5 Beck Depression Inventory (BDI)
Beck Depression Inventory (BDI) merupakan suatu skala yang dapat digunakan sebagai alat skreening pada pasien depresi yang timbul akibat stroke. BDI terdiri dari 21 pertanyaan yang sering digunakan pada penelitian depresi pasca stroke. BDI mempunyai cutoff point optimal dengan nilai 10, sensitivitas 80.0, dan spesifisitas 61.4.
Pasien dengan depresi pasca stroke lebih lambat penyembuhan atau perbaikan fungsi fisik maupun kognitifnya dibandingkan dengan pasien stroke tanpa depresi. Juga 3 – 4 kali lebih cepat berakibat fatal dalam kurun waktu 10 tahun setelah mengalami stroke. Stroke merupakan suatu stressor psikososial yang berat bagi penderita maupun pasangannya, yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan baik
2.6 Kerangka Konsep
Depresi pasca stroke
Pasien stroke :
-          Umur penderita
-          Jenis kelamin
-          Tingkat pendidikan
-          Pekerjaan
-          Status perkawinan
-          Lokasi lesi
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada umumnya seseorang yang menderita stroke akan mengalami gangguan neurologis pasca-stroke. Hal ini dikarenakan karena adanya kelainan pada otak (serebral) yang mengalami kerusakan akibat iskemia pada daerah tersebut, sehingga dapat mengakibatkan Di antara faktor-faktor yang berperan terhadap kejadian dan beratnya depresi pasca-stroke adalah lokasi dari lesi di otak, adanya riwayat depresi di dalam keluarga, dan kondisi kehidupan sosial pra-stroke. Penderita-penderita stroke yang mengalami depresi berat acapkali kurang responsif terhadap upaya rehabilitasi, bersifat mudah marah, dan menunjukkan perubahan perilaku atau kepribadian. Hal ini telah diungkapkan dan dibenarkan bahwa ada hubungan nya antara depresi dengan kelainan otak pada penderita pasca stroke melalui adanya penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan beberapa peneliti yaitu :
Menurut Masdeu dan Solomon, penderita stroke cenderung mudah menderita gangguan jiwa karena adanya perubahan yang tiba – tiba terhadap seseorang akibat ketidakmampuannya untuk menggunakan anggota badan mereka, adanya ketidakmampuan mereka berkomunikasi, mudah menyebabkan timbulnya gangguan penyesuaian. Sedangkan menurut Horvath dan kawan - kawan, gejala psikiatri yang paling sering dijumpai pada penyakit pembuluh darah otak adalah gejala depresi. Dari 600.000 pria dan wanita Amerika mengalami stroke yang pertama atau berulang setiap tahunnya, diperkirakan 10-27% mengalami depresi berat, dan 15-40% mengalami beberapa gejala – gejala depresi. Menurut penelitian yang dilakukan Kaplan dan kawan - kawan, perubahan psikologi yang terjadi mempunyai kaitan dengan lokasi lesi di otak.4 Lokasi yang sering dihubungkan dengan simtom depresi adalah lesi pada lobus frontalis, lobus temporalis, dan bangsal ganglia terutama nukleus kaudatus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi lebih sering dijumpai pada lesi stroke di hemisfer kiri.
Mayer mengatakan bahwa ada hubungan antara kelainan emosi dengan lokasi kerusakan otak pada penderita stroke. Babinski juga menyatakan bahwa pasien stroke dengan kerusakan hemisfer kanan sering menampakkan gejala – gejala eforia dan sikap tidak peduli. Selain itu, Bleuer mengatakan bahwa terdapat melankolia selama beberapa bulan bahkan lebih lama pada pasien pasca stroke. Robinson menyatakan bahwa lesi pada left anterior cerebral lebih signifikan untuk terjadinya depresi daripada lesi left posterior. Tetapi hal ini berbeda dengan penelitian systemic review yang dinyatakan oleh Carson dan kawan - kawan, dimana mereka menemukan dari 34 kelompok penelitian yang dilakukan, lokasi lesi tidak selalu berhubungan dengan depresi. Penelitian tentang hubungan antara stroke dan penyakit psikiatri berfokus pada depresi yang merupakan efek dari stroke, yang menyebabkan munculnya insiden depresi pasca stroke yang berkisar 20 - 50% setelah 1 bulan hingga 1 tahun setelah kejadian stroke.   Meta analisis dari faktor risiko timbulnya depresi setelah stroke diidentifikasi mempunyai riwayat depresi pada masa dahulu, riwayat penyakit psikiatri, disfasia, gangguan fungsional, hidup sendiri, dan social isolation merupakan prediksi terpenting munculnya depresi. Lesi pada sisi kiri, khususnya lesi pada lobus frontal kiri mempunyai frekuensi yang lebih besar sebagai faktor risiko munculnya depresi pasca stroke. Pada suatu analisis dari 48 penelitian dengan data yang adekuat, bagaimanapun juga, tidak ada bukti - bukti antara lokasi lesi dengan kemungkinan terjadinya depresi. Bentuk dan perjalanan penyakit depresi pada pasien pasca stroke masih belum jelas, tetapi tidak sekedar merupakan reaksi dari stres psikis, fisik ataupun hendaya fungsi kognitif saja. Penyebab depresi pada keadaan pasca stroke ini tidak sederhana atau multi faktorial. Beberapa faktor yang dianggap sebagai kausa depresi pasca stroke antara lain adalah pengaruh gangguan anatomik, gangguan neurohormonal / neurotransmiter, dan psikologis.
Munculnya atropi kortikal dan pembesaran dari ventrikel juga merupakan faktor risiko penting terjadinya depresi pasca stroke. Starkstein dan teman – teman melakukan penelitian terhadap atropi subkortikal pada otak melalui CT scan yang terjadi setelah stroke. Pasien yang mengalami depresi pasca stroke secara signifikan mengalami atropi yang besar dibandingkan pasien stroke yang tidak mengalami depresi. Sebagai tambahan, lesi subkortikal yang kecil pada hemisfer kiri lebih sering berhubungan dengan frekuensi yang tinggi terjadinya depresi dibandingkan lesi pada hemisfer kanan.
Robinson mengatakan bahwa penderita stroke yang pada saat serangan akut tidak menunjukkan tanda-tanda depresi, pada pemeriksaan ulang yang dilakukan 6 bulan kemudian dijumpai sekitar 30%-nya memperlihatkan gejala depresi. Sementara setengah dari penderita yang mengalami depresi dalam waktu 2-3 bulan setelah terjadinya serangan stroke akan tetap menunjukkan tanda-tanda depresi selama kurang lebih 1 tahun. Sedangkan depresi yang terjadi segera yaitu dalam beberapa hari setelah stroke, acap kali berhubungan dengan remisi spontan. Selain depresi, ansietas juga sering terjadi mengikuti serangan stroke dan prevalensinya berkisar antara 6-13%. Prevalensi ini meningkat menjadi lebih tinggi yaitu sekitar 28% bilamana ansietas terdapat bersama-sama dengan depresi
Menurut penulis, seseorang penderita stroke sangatlah cenderung terkena gangguan jiwa , hal tersebut karena perubahan secara tiba-tiba baik dari segi fisiologis,komunikasi verbal,neurologis,dll. Karena ketidakmampuan yang mereka rasakan tersebut yang dapat memperburuk kondisi kejiwaan, sebagai akibat adanya kelainan/gangguan pada serebral pasien stroke . Yakni beberapa faktor yang dianggap sebagai kausa depresi pasca stroke antara lain adalah pengaruh gangguan anatomik, gangguan neurohormonal / neurotransmiter, dan psikologis .Dimana pernyataan ini sesuai yang telah di buktikan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
Akan tetapi,pada suatu analisis dari 48 penelitian dengan data yang adekuat, bagaimanapun juga, tidak ada bukti - bukti antara lokasi lesi dengan kemungkinan terjadinya depresi. Bentuk dan perjalanan penyakit depresi pada pasien pasca stroke masih belum jelas, tetapi tidak sekedar merupakan reaksi dari stres psikis, fisik ataupun hendaya fungsi kognitif saja. Penyebab depresi pada keadaan pasca stroke ini tidak sederhana atau multi faktorial. Beberapa faktor yang dianggap sebagai kausa depresi pasca stroke antara lain adalah pengaruh gangguan anatomik, gangguan neurohormonal / neurotransmiter, dan psikologis




3.2 Saran
      Beberapa peneliti-peneliti sebelumnya telah mengungkapkan dan membuktikan bahwa ada hubungan antara depresi dengan kelainan/gangguan otak pada penderita pasca stroke meskipun keadaan pasca stroke adalah tidak multi-factorial. Kritik dan saran penulis harapkan untuk penyempurnaan karya tulis ini. Mohon maaf bila ada kesalahan baik dari penulisan dan kata-kata. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
.



DAFTAR PUSTAKA

Penyakit psikologi popular :hal :












Kamis, 17 Januari 2013

ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK

Bab 1
Pendahuluan
a.     Latar belakang
 ginjal merupakan organ terpenting bagi kehidupan manusia . tanpa ginjal kita tidak akan dapat melakukan sekresi urine. banyak orang yang sering melalaikan fungsi kerja organ ini. dengan tidak menjaga kesehatan, pola hidup yang tidak teratur, jarang minum dsb. dari hasil penelitian banyak orang dewasa yang terkena gagal ginjal kronik. oleh karena itu kita dari sekarang harus sadar akan menjaga kesehatan organ kita, terutama ginjal.
b.    Rumusan masalah
-          Apakah yang dimaksud dengan gagal ginjal kronik
-          Bagaimana etiologi, dan tanda gejala dari gagal ginjal kronik
-          Bagaimana patofisiologi dari penyakit GGK
-          Bagaimana komplikasi serta penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik
-          Bagaimana asuhan keperawatan dari penyakit gagal ginjal kronik
c.      Tujuan
-          Untuk  mengetahui definisi dari gagal ginjal kronik
-          Untuk mengetahui etiologi,dan tanda gejala dari gagal kronik
-          Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit GGK
-          Untuk mengetahui komplikasi serta penantalaksanaan dari gagal ginjal kronik
-          Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit gagal ginjal kronik
Bab 2
Tinjauan  Pustaka
a.     Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab kan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup lanjut.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001:1448).
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah kondisi dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa-sisa metabolik  dan kelebihan air dari darah yang disebabkan oleh hilangnya sejumlah nefron fungsional yang bersifat irreversible.
b.    Anatomi fisiologi
Setiap manusia memiliki saluran kemih yang terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan urine, dan berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar tranversum abdominis, kuadratus tumborum,dan psoas mayor.ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung disebelah posterior dilindungi oleh iga, dianterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. 9 Price, 2005:867-868)

Anatomi Fisiologi Ginjal
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 10 gram. Perbedaan panjang dari kutub kekutub kedua ginjal (dibandingkan dengan pasangannya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci)
Ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10 sampai 12 inci (25 hingga 30 cm), terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu-satunya ureter adalah menyalurkan kevesika urinaria.
Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak dibelakan simpisis pubis vesika urinaria mempunyai 2 muara: dua dari ureter dan satu menuju uretra. Dua fungsi vesika urinaria adalah sebagai tempat penyimpanan urine sebelum meninggalkan tubuh dan berfungsi  mendorong urine keluar tubuh (dibantu oleh uretra).
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika urinaria sampai keluar tubuh. (Price, 2005: 867-869).
Didalam nefron terjadi pembentukan urine yang terdiri dari 3 tahap yaitu, filtrasi glomerulus, reabsorpsitubulus dan sekresi tubulus
c.      Tanda dan gejala
·         Wajah terlihat pucat
·         oedema anasarka
·         malaise
·         nafas terasa sesak
·         gatal-gatal
·         keluar darah dari hidung
·         turgor kulit kering
·         rambut kusam dan kemerahan
·         tremor
·         hipertensi
d.    Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya, dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif.
Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal ginjal kronik.
a.      Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan – perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) didingding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang – lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecilserta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b.      Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
1)      Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
2)      Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. (Price, 2005. 924)
c.       Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya mengenai beberapaglomerulus yang tersebar. (Price, 2005:925)
d.      Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral,dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan.semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005:937)
e.       Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)
f.       Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga  ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:
1)      Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II danprostaglandin.
2)      Stadium 2  (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan matriks mesangial.
3)      Stadium 3 (Nefropati insipient)
4)      Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
5)      Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
e.      Pemeriksaan penunjang
-          Radiology
-          Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
-          Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
-          USG
 Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
-             EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
no
item
data
Nilai normal
interpretasi
1
Berat Badan
56 Kg
46,8 Kg
Tidak normal
2
Blood Preasure (Tekanan Darah)
160/100 mmHg
90 – 110 / 60 - 97 mmHg
Tidak Normal (Hipertensi)
3
Heart Rate / Nadi
96x/ menit
60 - 100 x/menit
Normal
4
Respirasi Rate ( RR )
24x /menit
12 - 20 x/menit
Tidak Normal
5
Hemoglobin
8.00 gr%
9,5 - 12,5 gr%
Tidak Normal (Anemia)
6
Ureum
312
20 – 40 mg
Tidak Normal
7
Kreatinin
3,1
0,6 – 1,5 mg/dl
Tidak Normal
f.      Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua factor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.
Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif, Meliputi pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, mengendalikan hipertensi, penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi. Dan penatalaksanaan pengganti diantaranya dialysis (hemodialisis, peritoneal dialysis) transplantasi ginjal.
*      Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut :
·         Dialisis
Dialysis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi sevara bebas, menghilangkan kecenderungan pendarahan, dan membantu menyembuhkan luka.
·         Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
·         Koreksi anemia
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, missal pada adanya insufisiensi koroner.
·         Koreksi asidosis.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis
·         Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
·         Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
  Komplikasi
1.      Hiperkalemia
tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium di dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan serius.
2.      Perikarditis,efusi perikardial
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3.      Hipertensi
4.      Anemia
5.      Penyakit tulang
Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal
 Asuhan keperawatan
*    Pengkajian
Nama                           : Ny B
Umur                           : 86 Tahun
Jenis kelamin               : perempuan
Agama                         : islam
Suku bangsa                 : jawa
Pekerjaan                     : -
Alamat                         : jl kusuma bangsa no 03 Bekasi Barat
Status                          : Janda
Penanggung jawab
Nama                           : Tn A
Alamat                         : Jl veteran no 45 jakarta
Pekerjaan                     : PNS
Status                          : Anak kandung
*    Keluhan Utama
·         Klien mengeluh lemas
·         Klien mengeluh cepat capek
·         Klien mengeluh sesak napas
·         Klien mengeluh tremor
·         Klien mengeluh gatal-gatal seluruh tubuh
·         Klien mengeluh sering keluar darah dari hidung
·         Klien mengatakan tekanan darah tinggi
*    Riwayat Penyakit sekarang
Ny B seorang janda 86 th datang ke unit hemodialisis. Saat datang muka klien tampak pucat, oedema anasarka, dan mengeluh lemas. Saat dikaji oleh perawat, klien mengeluh cepat capek dan napas terasa sesak saat aktivitas dan diikuti tremor, gatal-gatal seluruh tubuh, sering keluar darah dari hidung, kulit tampak kering dan banyak yang mengelupas,rambut tampak kusam dan kemerahan
*      Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit hipertensi ( tekanan darah tinggi ) sejak 15 tahun yang lalu dan tidak terkontrol dan dia telah melakukan hemodialisis sejak 2 tahun yang lalu. Pemeriksaan tekanan darah terakhir 160/100 mmHg.
*      Riwayat kesehatan keluarga
Ny B menceritakan bahwa beliau mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak 15 tahun yg lalu. Dan ibu dari Ny B pun dulu semasa hidupnya mengidap penyakit hipertensi juga.               


*    Pemeriksaan fisik
*      Tanda tanda vital
-          Tekanan Darah                  : 160/90 mmHg
-          Nadi                                  : 96 x /menit
-          RR                                     : 24 x /menit
*      fisik
-          Kulit                                  : turgor kulit kering, mudah mengelupas
-          Rambut                             : rambut kusam dan warna kemerahan           
-          Mata                                  :Pada klien GGK mata mengalami pandangan kabur .
-          THT                                   :Pada GGK telinga hidung dan tenggorokan tidak mengalami gangguan pada mulut ditemukan adanya perdarahan pada gusi dan lidah.
-           Pada thorax dan abdomen.
Pada pemeriksaan abdomen dan thorak ditemukan adanya nyeri pada dada dan abdomen ditemukan disternsi perut (asietas atau penumpukan cairan, pembesaran heper pada stadium akhir).
-           Sistem kardiovaskuler.
GGK berlanjut menjadi tekanan darah tinggi, detak jantung menjadi irregular
        ( termasuk detak jantung yang mengancam kehidupan atau terjadi fibrilasi), pembengkakan, gagal ginjal kongestif.
-          Sistem genitourinaria.
Karena ginjal kehilangan kesanggupan mengekskresi natrium, penderita mengalami retensi natrium dan kelebihan natrium sehingga penderita mengalami iritasi dan menjadi lemah. Pengeluaran urine mengalami penurunan serta mempengaruhi komposisi kimianya, berkurangnya frekwensi kencing, urine sedikit, urine tidak ada pada gagal ginjal, perut mengembung, diare atau justru sulit BAB, perubahan warna urine misalnya :
Kuning, coklat, merah, gelap, urin sedikit dan beda negative
.
-          Sistem gastrointestinal.
Pada saluran pencernaan terjadi peradangan ulserasi pada sebagaian besar alat pencernaan. Gejala lainnya adalah terasa metal di mulut, nafas bau amonia, nafsu makan menurun, mual muntah, perut mengembung, diare atau justru sulit BAB.

-          Sistem neuromuscular
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral. Klien sering terjadi kejang ( tremor)
-          Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam / peningkatan aktivitas sistem rennin-angiotensin-aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi pericardial,penyakit jantung koroner akibat ateroskelerosisyang timbul dini, serta gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
-          Sistem perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml / hari
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Data focus
Data objek
Data subjek
klien tampak terengah-engah
Klien mengeluh sesak napas
Klien terlihat gelisah
Klien mengatakan tekanan darah tinggi
Klien tampak menggaruk-garuk kulit
klien tamapak memegangi kulit
Klien mengeluh gatal-gatal
Klien tampak pucat
Klien mengeluh lemas
Klien tampak tidak bertenaga
Klien mengeluh mudah capek
B.      Analisa data
 Data
Etiologi
Masalah
Ds : klien mengeluh sesak napas
Do : klien tampak terengah-engah saat bernapas
Oedema anasarka

sesak napas

Karena ada tek. Pd organ paru
Ketidakefektifan pola napas
Gangguan pola napas
Ds : klien mengatakan tekanan darahnya tinggi
Do : saat dikaji TD 160/100 mmHg
Hipertensi
Kecilnya pembuluh darah

Suplai oksigen

hipoperfusi    ketidakefektifan perfusi renal

Produksi hormone rennin

aktifnya angiotensin 1

berubah menjadi angiotensin 2

Vasokontriksi
Ketidakefektifan perfusi renal
Ds : klien mengeluh gatal-gatal
Do : klien tampak menggaruk-garuk kulit
Klien tamapak memegangi kulit
Oedema anasarka

Ureum

Terjadi penumpukan urokrum pd kulit

Gangguan integritas kulit

Kulit gatal-gatal & mengelupas
Gangguan integritas kulit
C.    Diagnosa Keperawatan
Dx 1    : ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan adanya tekanan pada organ paru akibat oedema anasarka.
Dx 2    :ketidakefektifan perfusi jaringan renal berhubungan hipoperfusi akibat hipertensi
Dx 3    : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan urokrum akibat oedema anasarka
D.    Intervensi
NO
Dx kep
Tujuan dan KH
intervensi
rasional
Ttd
1
1
Selama dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien: -dapat bernapas dengan lega
-pola napas kembali normal
-napas tidak terengah-engah
Mandiri :
-          Observasi pola napas
-          Ajarkan pola  napas dalam
-          Berikan posisi semiflowler
Kolaborasi :
-          Berikan oksigen sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien
-          Agar perawat dapat membantu menegakkan diagnosa dan mengetahui pola napas klien
-          Untuk melatih pernapasan agar mengurangi sesak
-          Agar pasien dapat merasa nyaman
-          Membantu memudahkan klien untuk bernapas
2
2
Selama dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien:
-Tekanan darah kembali normal 120/80 mmHg
Mandiri :
-          Pantau tekanan darah
-          Kaji lingkungan
-          Pertahankan pembatasan aktivitas ( di tempatan tidur atau kursi)
-          Lakukan tindakan -tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher
-          Ajarkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
Kolaborasi dengan tim medis :
-          Berikan obat diuretik tiazid
Kolaborasi dengan tim gizi:
-          Berikan diet rendah garam dan diet rendah kolesterol
-          Agar dapat mengetahui perubahan tekanan darah darah pada klien
-          Supaya klien dapat merasa rileks
-          Untuk menurunkan stres dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi
-          Untuk mengurangi ketidak nyamanan dan dapat menurunkan rangsangan simpatis
-          Dapat menurunkan rangsangan yang dapat menimbulkan stres, membuat efek tenang sehingga menurunkan tekanan darah

-          Tiazid di gunakan untuk menurunkan tekanan darah pasien
Diuretiknya memperkuat agen- agen hipertensif lain dengan membatasi retensi cairan.
-          Untuk menjaga tekanan darah agar stabil 
3
3
Selama dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien:
-tidak mengeluh gatal-gatal lagi
Mandiri :
-          Kaji terhadap kekeringan kulit, dan infeksi
-          Gunting kuku pertahankan kuku terpotong bersih
Kolaborasi
-          Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan
-          Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsium dan posfat pada lapisan kutancus
-          Area-area ini sangat mudah terjadinya infeksi
-          Mengurangi stimulus gatal pada kulit
E.     Implementasi hari-1
No
Dx kep
.Implementasi
Respon klien
Ttd
1
1
-          Mengobservasi pola napas 
-          Mengajarkan pola napas dalam
-          Memberikan posisi semiflowler
-          Memberikan  oksigen sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien
Do :pola napas klien belum teratur
Ds :klien mengatakan napasnya masih sesak
Do: klien tampak kooperatif terhadap anjuran perawat
Ds: pasien mengatakan napasnya sedikit lega
Do: klien terlihat nyaman
Ds: klien mengatakan merasa nyaman
Do:klien tampak kooperatif
Ds: klien mengatakan napasnya agak lancar
2
2
-          Memantau tekanan darah
-          mengkaji lingkungan
-          mempertahankan pembatasan aktivitas ( di tempat tidur atau kursi)
-           
-          melakukan tindakan –tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher
-          mengajarkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
Kolaborasi dengan tim medis :
-          memberikan obat diuretiktiazid
Kolaborasi dengan tim gizi:
-          memberikan diet rendah garam dan diet rendah kolesterol
-           
Do : klien tampak kooperatif
Ds :
Do: klien terlihat  rileks
Ds: klien mengatakan merasa nyaman
Do:klien tampak sedikit stres dan kurang tenang
Ds: klien mengatakan dirinya kurang tenang dan sedikit mengalami stres
Do: klien tampak sedikit rileks
Ds: klien mengatakan sedikit  merasa rileks
Do: klien tampak kooperatif
Ds: klien mengatakan sudah sedikit bisa untuk berimajinasi
Do: saat dikaji Tekanan Darah : 140/90  mmHg.
Ds:
Do: klien tampak kooperatif
Ds:
3
3
Mandiri :
-          mengkaji terhadap kekeringan kulit, dan infeksi
-          Menggunting kuku & mempertahankan kuku terpotong bersih
Kolaborasi
-          memberikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan
Do :saat dikaji kulit klien tampak kering kemerahan
Ds :
Do : klien tampak kooperatif terhadap perawat
Ds : klien mengatakan merasa nyaman.
Do : klien tampak kooperatif
Ds : klien mengatakan gatal-gatal sedikit berkurang.
F.     EVALUASI HARI KE 1
NO.
DX KEP
EVALUASI
TTD
1
DX 1
S:    -     klien mengatakan napasnya masih sesak
-          pasien mengatakan napasnya sedikit lega
O:   -     pola napas klien belum teratur
A:   -     masalah belum teratasi
P:   -      intervensi di lanjutkan
2
DX 2
S:    -     klien mengatakan dirinya kurang tenang dan sedikit mengalami stres
-          klien mengatakan sedikit  merasa rileks
-          klien mengatakan sudah sedikit bisa untuk berimajinasi
O:   -     klien tampak sedikit stres dan kurang tenang
-          klien tampak sedikit rileks
-          saat dikaji Tekanan Darah : 140/90  mmHg.
A:   -     masalah belum teratasi
P:   -     intervensi di lanjutkan
3
DX3
S:  -     klien mengatakan masih merasa gatal-gatal pada kullitnya
O: -      kulit klien tampak kering kemerahan
A: -      masalah belum teratasi
P:        intervensi di lanjutkan
IMPLEMENTASI HARI-2
No
Dx kep
.Implementasi
Respon klien
Ttd
1
1
-          Mengobservasi pola napas 
-          Mengajarkan pola napas dalam
-          Memberikan posisi semiflowler
-          Memberikan  oksigen sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien
Do :pola napas klien tampak sudah teratur
Ds :klien mengatakan napasnya sudah tidak sesak
Do: klien tampak kooperatif terhadap anjuran perawat
Ds: pasien mengatakan napasnya sudah lega
Do: klien terlihat nyaman
Ds: klien mengatakan merasa nyaman
Do:klien tampak kooperatif
Ds: klien mengatakan napasnya sudah lancar
2
2
-          Memantau tekanan darah
-          mengkaji lingkungan
-          mempertahankan pembatasan aktivitas ( di tempat tidur atau kursi)
-          melakukan tindakan –tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher
-          mengajarkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
Kolaborasi dengan tim medis :
-          memberikan obat diuretiktiazid
Kolaborasi dengan tim gizi:
-          memberikan diet rendah garam dan diet rendah kolesterol
-           
Do : klien tampak kooperatif
Ds :
Do: klien terlihat  rileks
Ds: klien mengatakan merasa nyaman
Do:klien tampak tidak stres lagi dan sudah merasa tenang
Ds: klien mengatakan dirinya sudah merasa tenang dan tidak mengalami stres lagi
Do: klien tampak sudah rileks
Ds: klien mengatakan sudah  merasa rileks
Do: klien tampak kooperatif
Ds: klien mengatakan sudah bisa untuk berimajinasi
Do: saat dikaji Tekanan Darah : 120/80  mmHg.
Ds:
Do: klien tampak kooperatif
Ds:
3
3
Mandiri :
-          mengkaji terhadap kekeringan kulit, dan infeksi
-          Menggunting kuku & mempertahankan kuku terpotong bersih
Kolaborasi
-          memberikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan
Do :saat dikaji kulit klien  sudah tidak tampak kering kemerahan lagi
Ds :
Do : klien tampak kooperatif terhadap perawat
Ds : klien mengatakan merasa nyaman.
Do : klien tampak kooperatif
Ds : klien mengatakan gatal-gatal sudah berkurang.
EVALUASI HARI KE 2
NO.
DX KEP
EVALUASI
TTD
1
DX 1
 S:    -     klien mengatakan napasnya sudah tidak lagi sesak
-          pasien mengatakan napasnya sudah lega
O:   -     pola napas klien tampak sudah teratur
A:   -     masalah  teratasi
P:   -      intervensi di hentikan
2
DX 2
S:    -     klien mengatakan dirinya sudah merasatenang dan  tidak mengalami stres lagi
-          klien mengatakan sudah merasa rileks
-          klien mengatakan sudah bisa untuk berimajinasi
O:   -     klien tampak tidak stress lagi dan sudah mulai tenang
-          klien tampak sudah rileks
-          saat dikaji Tekanan Darah : 120/80  mmHg.
A:   -     masalah teratasi
P:   -     intervensi di hentikan
3
DX3
 S:  -     klien mengatakan sudah tidak lagi merasa         
             gatal-gatal pada kulitnya
O: -      kulit klien sudah tidak tampak kering kemerahan
A: -      masalah teratasi
P:        intervensi di hentikan
BAB IV
Penutup
A.   Kesimpulan
Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
Penyebab
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif
• Gangguan jaringan penambung
• Gangguan kongenital dan herediter
• Penyakit metabolic
• Nefropati toksik
• Nefropati obstruktif
Tanda dan gejala
·         Wajah terlihat pucat
·         oedema anasarka
·         malaise
·         nafas terasa sesak
·         gatal-gatal
·         keluar darah dari hidung
·         turgor kulit kering
·         rambut kusam dan kemerahan
·         tremor
·         hipertensi
Komplikasi
• Hiperkalemia
• Asidosis metabolic
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akan tetapi mempunyai beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek samping obat-obatan imunosupresi dan rejeksi kronik yang belum bisa diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal ialah menghasilkan rehabilitas paling baik dibandingkan dialysis.
B.     Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon  perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit gagal ginjal kronis menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami bahas ini.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Supartondo. ( 2001 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit FKUI